Dari 9 produk yang diklasifikasikan bersama dengan reksa dana, 6 diantaranya mengalami penurunan NAB, sedangkan 2 lainnya menemani reksa dana pasar uang menoreh keuntungan.
Sebagai catatan bagi yang belum tahu, apa yang dimaksud NAB adalah posisi aset kelolaan nasabah. Istilah ini digunakan untuk menyebutkan posisi portofolio nasabah.
Nah, berdasarkan data Pusat Informasi Reksa Dana yang dipublikasikan Badan Pengawas Pasar Modal & Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), yang baru saja dibuka kembali setelah ditutup selama 2 tahun lebih tanpa alasan yang jelas itu, jawara kenaikan NAB tertinggi hingga pekan kemarin adalah produk reksa dana pasar uang.
Secara total, posisi NAB seluruh produk reksa dana per akhir pekan kemarin tercatat sebesar Rp 117,291 triliun, naik tipis 0,47% dari posisi akhir tahun 2009 sebesar Rp 116,732 triliun.
Sementara jumlah unit reksa dana yang dibeli hingga pekan kemarin sebanyak 71,350 miliar unit, meningkat 1,96% dari posisi akhir tahun lalu sebanyak 69,978 miliar unit.
Melihat rasio pertumbuhan unit penyertaan yang jauh lebih tinggi ketimbang peningkatan NAB yang hanya naik tipis, menunjukkan kalau sebagian besar aset kelolaan banyak mengalami penurunan.
Benar saja, kalau dijabarkan ternyata sebagian besar NAB per jenis reksa dana mengalami penurunan.
Bapepam-LK mengklasifikasikan 9 jenis produk dana kelolaan yakni
1. Reksa dana saham.
2. Reksa dana pasar uang.
3. Reksa dana campuran.
4. Reksa dana pendapatan tetap.
5. Reksa dana terproteksi.
6. Reksa dana indeks.
7. Exchange Trade Fund (ETF) saham.
8. ETF pendapatan tetap.
9. Syariah.
Dari 9 jenis produk dana kelolaan tersebut, 6 diantaranya mengalami penurunan NAB, sedangkan yang naik hanya 3 produk. Produk ETF pendapatan tetap mencatat persentase penurunan NAB tertinggi sepanjang tahun ini, yakni sebesar 34,18% dari Rp 629,33 miliar di akhir tahun 2009 menjadi Rp 414,194 miliar di akhir pekan lalu.
Produk reksa dana indeks berada di posisi kedua terburuk dengan penurunan NAB sebesar 28,63% dari Rp 290,190 miliar di akhir tahun 2009 menjadi Rp 207,093 miliar di akhir pekan lalu.
Kemudian jenis ETF saham menurun 11,46% dari Rp 45,130 miliar di akhir tahun lalu menjadi Rp 39,958 miliar di akhir pekan lalu.
Produk reksa dana pendapatan tetap mengalami penurunan NAB sebesar 5,81% dari sebesar Rp 20,087 triliun di akhir 2009 menjadi Rp 18,919 triliun di akhir pekan lalu.
Reksa dana terproteksi secara total juga mengalami penurunan NAB sebesar 4,19% dari posisi akhir tahun 2009 sebesar Rp 34,623 triliun menjadi Rp 33,170 triliun di akhir pekan lalu.
Terakhir, produk reksa dana campuran yang mengalami penurunan NAB sebesar 2,49% dari sebesar Rp 15,657 triliun di akhir 2009, menjadi sebesar Rp 15,267 triliun di akhir pekan lalu.
Jika ditotal, posisi NAB 6 produk di atas sebesar Rp 68,017 triliun di akhir pekan lalu, turun 4,64% atau Rp 3,314 triliun dari posisi akhir tahun 2009 sebesar Rp 71,331 triliun.
Untungnya, kenaikan NAB 3 produk lainnya berhasil mengangkat seluruh total NAB produk dana kelolaan, terutama ditopang oleh kenaikan NAB produk reksa dana pasar uang yang menjadi jawara.
Sedangkan produk reksa dana saham dan dana kelolaan syariah ikut menyumbangkan kenaikan NAB, meskipun tidak sebesar reksa dana pasar uang.
NAB dana kelolaan syariah di akhir pekan lalu tercatat sebesar Rp 3,675 triliun, naik tipis 0,1% atau Rp 4 miliar dari posisi akhir 2009 sebesar Rp 3,671 triliun.
Kemudian posisi NAB reksa dana saham di akhir pekan lalu tercatat sebesar Rp 37,795 triliun, naik 3,53% atau Rp 1,288 triliun dibanding akhir tahun 2009 sebesar Rp 36,507 triliun.
Terakhir, produk reksa dana pasar uang mencatat NAB sebesar Rp 7,801 triliun di akhir pekan lalu, melejit 49,47% atau Rp 2,582 triliun dari posisi akhir tahun 2009 sebesar Rp 5,219 triliun.
Total NAB 3 produk tersebut tercatat sebesar Rp 49,271 triliun di akhir pekan lalu, naik 8,53% atau Rp 3,874 triliun dibanding posisi akhir tahun lalu sebesar Rp 45,397 triliun.
Kenaikan NAB reksa dana pasar uang, baik dari persentase maupun nilai nominalnya sukses menopang kenaikan seluruh NAB produk dana kelolaan, setidaknya hingga pekan kemarin.
Sebagai catatan, posisi NAB seluruh produk dana kelolaan saat ini sebesar Rp 117,291 triliun merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Indonesia.
Lantas, kenapa produk reksa dana pasar uang begitu menoreh kemilau besar tahun ini?
Reksa dana pasar uang merupakan produk dana kelolaan yang penempatan dananya dialokasikan sebagian besar (80%) pada produk tabungan, deposito dan sertifikat Bank Indonesia (SBI), sedangkan sisanya pada instrumen-instrumen surat utang jangka pendek (kurang dari setahun).
Secara sederhana dapat disimpulkan, bahwa kenaikan NAB produk reksa dana pasar uang terjadi karena adanya dana masuk cukup besar produk ini serta peningkatan nilai portofolio nasabah pada instrumen-instrumen tersebut.
Pertanyaannya kemudian, mengapa terjadi minat besar-besaran menanamkan investasi pada instrumen tabungan, deposito, SBI dan surat utang jangka pendek?
Jawabannya sederhana. Proyeksi ekonomi terkini mengindikasikan adanya pemulihan ekonomi global yang "dijadwalkan" akan dimulai pada semester II-2010.
Pemulihan ekonomi, biasanya diiringi oleh adanya permintaan atau daya beli yang berselisih dengan penawaran atas produksi atau yang dikenal dengan istilah inflasi. Semakin besar rasio inflasi, dalam konteks pemulihan ekonomi berarti terjadi peningkatan permintaan ketimbang posisi penawaran.
Nah, proyeksi terjadinya peningkatan inflasi selalu mengindikasikan akan terjadinya kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate). Sebab, secara etika ilmu ekonomi, nilai suku bunga acuan bank tidak bisa lebih rendah dari inflasi.
Oleh sebab itu, mudah disimpulkan bahwa rekomendasi pemulihan ekonomi memunculkan ekspektasi atas adanya kenaikan BI Rate pada semester II-2010, sebagaimana telah diproyeksikan banyak analis, bahkan pejabat BI sekalipun bernada sama.
Kenaikan BI Rate, sudah barang tentu akan membuat suku bunga tabungan dan deposito bank serta SBI mengalami kenaikan. Dan ini dapat dipastikan akan memberikan peningkatan selisih (yield) pada produk-produk tersebut.
Jadi wajar saja, jika sebagian pelaku pasar kini memburu produk reksa dana pasar uang, didorong oleh ekspektasi kenaikan BI Rate, dengan harapan dapat menuai keuntungan di tengah sentimen pemulihan ekonomi global.
(dro/qom)